Ulasanrakyat.Com — Musi Rawas. Klarifikasi keras yang disampaikan anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas (Mura), Internasional alias Tonal, pada Sabtu (18/10/2025) lalu, tampaknya belum menutup lembaran kontroversi. Ia dengan lantang menepis tuduhan asusila dan menyebut dirinya sebagai korban pemerasan. Namun, fakta-fakta baru yang beredar justru membuka babak baru dalam kisah yang kian mengundang tanda tanya publik.
Dalam pernyataannya, Tonal menegaskan bahwa dirinya “tidak pernah mengganggu istri orang”, dan bahwa transfer uang senilai Rp4 juta kepada Ratih Suhada teman dari perempuan berinisial Mawar dilakukan semata-mata karena “rasa iba”. Narasi ini seolah menjadi benteng moral yang ia bangun untuk menepis tuduhan yang mengarah kepadanya.
Namun, temuan terbaru yang diterima tim redaksi dari sumber tepercaya justru berpotensi meruntuhkan narasi tersebut. Sejumlah foto yang beredar menunjukkan adanya kedekatan antara Tonal dan Mawar di luar konteks hubungan profesional maupun insidental.
Dari hasil penelusuran redaksi, beberapa foto menunjukkan keduanya berada di salah satu destinasi wisata populer di Bengkulu. Dalam gambar yang diperoleh, Tonal dan Mawar tampak menikmati waktu santai bersama baik di area pantai maupun di dalam kamar penginapan.
Suasana dalam foto-foto itu memperlihatkan gestur yang akrab dan nyaman, jauh dari kesan hubungan yang tegang atau diwarnai pemerasan sebagaimana diklaim Tonal. Bahkan, dalam satu foto lainnya, keduanya tampak mengenakan pakaian senada detail kecil yang secara sosial dan psikologis sering diasosiasikan dengan kedekatan emosional.
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa perjalanan tersebut dilakukan beberapa bulan sebelum munculnya isu dugaan asusila yang kini ramai diperbincangkan.
“Foto itu bukan editan, dan itu memang di Bengkulu. Mereka terlihat mesra dan tidak menunjukkan tanda-tanda masalah apa pun,” ujar sumber tersebut.
Publik kini bertanya-tanya: benarkah transfer uang Rp4 juta itu murni karena iba? Ataukah justru bagian dari dinamika hubungan yang lebih pribadi?
Sikap Tonal yang sejak awal memilih tampil terbuka dan menuding balik pihak perempuan sebagai pelaku pemerasan kini menghadapi ujian berat. Dalam konteks politik dan etika publik, temuan semacam ini bukan hanya soal moral pribadi, tetapi juga menyangkut marwah lembaga DPRD dan integritas partai pengusungnya.
Pihak keluarga perempuan yang diduga menjadi korban melalui kuasa hukumnya telah menyampaikan permintaan resmi agar penyidik aparat penegak hukum (APH) menindaklanjuti kasus ini dengan serius.
“Kami berharap aparat tidak hanya berhenti pada klarifikasi sepihak. Fakta-fakta baru ini perlu diuji dan dipastikan keabsahannya,” tegas perwakilan keluarga.
Selain aspek hukum, publik juga menyoroti tanggung jawab etik Partai Golkar, tempat Tonal bernaung. Desakan agar dilakukan pemeriksaan internal dan sanksi kode etik kini kian kuat menggema di media sosial dan ruang publik.
“Dewan adalah representasi rakyat. Setiap perilaku pribadi anggota yang mencoreng citra lembaga harus diproses secara etik, tanpa pandang bulu,” kata seorang aktivis antikorupsi di Lubuklinggau yang dimintai tanggapan.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan moralitas pejabat publik yang kerap membangun narasi “fitnah dan iba” ketika kasus pribadi mencuat ke publik. Namun, di era digital, jejak rekam visual dan elektronik sering kali menjadi saksi bisu yang sulit dihapus.
Publik kini menanti langkah lanjutan dari pihak berwenang dan partai politik terkait. Sementara itu, redaksi akan terus melakukan verifikasi lanjutan terhadap bukti-bukti visual yang telah diterima guna memastikan validitas dan konteks kejadian tersebut.
Kasus ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi juga ujian bagi integritas lembaga publik. Dalam situasi di mana kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat terus diuji, transparansi dan keberanian mengakui kebenaran menjadi harga yang tak bisa ditawar.
Apakah ini sekadar kesalahpahaman, atau ada sesuatu yang lebih besar di balik bantahan Tonal? Waktu dan fakta akan berbicara.
(Rls)