Ulasanrakyat.Com – Musi Rawas. Sikap tidak profesional ditunjukkan oleh Kepala Desa Keki Haerlia, S.IP, saat dikonfirmasi terkait dugaan proyek sumur bor fiktif yang bersumber dari dana desa tahun 2024. Alih-alih memberi klarifikasi, sang kades justru melontarkan kata-kata intimidasi kepada wartawan ulasanrakyat.com.
Keki Haerlia, S.IP, Kepala Desa di salah satu wilayah yang tengah menjalankan proyek pembangunan sumur bor dari anggaran dana desa tahun 2024, menjadi sorotan publik. Pasalnya, saat dikonfirmasi mengenai dugaan fiktifnya proyek tersebut, sang kepala desa justru menunjukkan sikap arogan dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada jurnalis.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu, 6 Agustus 2025, pukul 13.49 WIB. Dalam konfirmasi yang dilakukan media online ulasanrakyat.com, Keki Haerlia tidak hanya menolak memberikan klarifikasi, tetapi juga melontarkan kalimat yang tidak pantas dan bernada intimidasi.
“Kamu ni lancang ya, kalau mau duit caranya bagus-bagus jangan cak ke pakam igek,” ucap Keki dengan nada tinggi. (Terjemahan: Kamu lancang ya, kalau mau uang caranya yang bagus, jangan seperti merasa paling hebat sendiri.)
Tidak berhenti di situ, sang kades bahkan menantang wartawan untuk bertemu secara langsung.
“Temu dimne LW la melawan Nia,” ujar Keki. (Terjemahan: Ketemu di mana kalau memang kamu merasa jagoan beneran.)
Pernyataan ini menimbulkan keprihatinan karena datang dari seorang pejabat publik yang seharusnya menjadi contoh dalam etika dan komunikasi. Tindakan ini juga dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan serta mengindikasikan adanya ketidakterbukaan dalam pengelolaan dana desa.
Dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, disebutkan bahwa menghalangi atau menghambat kerja jurnalistik bisa dikenai sanksi pidana. Tindakan Keki Haerlia bisa masuk dalam kategori tersebut jika terbukti adanya unsur intimidasi terhadap wartawan saat menjalankan fungsi kontrol sosialnya.
Sikap Keki juga mencederai prinsip keterbukaan informasi publik. Pejabat publik semestinya menyambut baik konfirmasi wartawan sebagai bentuk pengawasan sosial demi transparansi dan akuntabilitas anggaran negara, termasuk dana desa.
Insiden ini mendapat perhatian dari sejumlah pihak, terutama kalangan pers dan aktivis keterbukaan informasi. Mereka menilai bahwa perlu ada penegakan etika dan perlindungan terhadap jurnalis yang menjalankan tugas sesuai dengan kaidah dan kode etik jurnalistik.
(Red/An)