banner 728x250

Dalam Aspek Pelepasan dan Penetapan Harga Lahan Warga, Menurut Dasril Ismail, pihak Perusahaan Tidak Bisa Serta Merta Berdasarkan Kemampuan dan Target Yang Sepihak Menguntungkan Perusahaan.

banner 120x600
banner 468x60

Ulasanrakyat.Com – Musi Rawas. Dasril Ismail,SE.,MM, salah satu tokoh masyarakat sekaligus aktivis senior yang juga merupakan pemerhati sosial politik di Kabupaten Musi Rawas, ketika diminta tanggapan oleh Ulasanrakyat.com tentang minimnya kejelasan terkait standar penetapan harga pelepasan lahan yang digunakan perusahaan kepada masyarakat, terutama di wilayah Desa Suro, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Sabtu (09/08/2025).

Dasril, sangat menyayangkan jika hal tersebut terjadi, jika pihak terkait dari perusahaan diminta kejelasan hal tersebut, tidak dapat memberikan klarifikasi, sehingga diduga pihak perusahaan yang terkesan saling lempar dengan dalil tidak memegang copy atau data, serta bukan wewenang mereka.

banner 325x300

“Sebagai bagian dari manajemen perusahaan dalam pelaksanaan operasional kegiatan usaha berdasarkan perencanaan, strategi, budgeting, kontroling dalam hal bertindak melaksanakan keputusan manajemen dalam operasional kegiatan usaha dalam memanfaat opportunity perusahaan, yang selanjutnya untuk pedoman standar pengawasan dilanjukan analisis dampak yang akan timbul, baik yang menguntungkan maupun merugikan perusahaan serta maupun dampak sosial yang terjadi dalam kegiatan tersebut,”Ujarnya.

Menurut beliau, tidak masuk akal jika mereka tak memiliki data, pada hal dalam berinvestasi sektor perkebunan, perusahaan harus mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan terkait izin usaha perkebunan, lingkungan hidup, tata ruang, dan ketenaga kerjaan dan peraturan perundangan berlaku yang lain.

“Pihak perusahaan diwajibkan untuk melakukan transparansi dengan data-data kegiatan mereka karena itu sudah diatur dalam peraturan yang berlaku. Transparansi kepada pemerintah dan masyarakat untuk bahan kepentingan pihak terkait. Pemerintah membutuhkan itu, karena berkaitan dengan pendapatan yang diterima dari sektor pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan masyarakat berkaitan dampak sosial yang harus di patuhi perusahaan,”Jelas Beliau.

Dalam aspek pelepasan dan penetapan harga lahan warga, pihak perusahaan tidak bisa serta merta berdasarkan kemampuan dan target yang menguntungkan perusahaan. Perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan melakukan rembuk terlebih dahulu dengan masyarakat, agar sama-sama diuntungkan dalam kegiatan perusahaan tersebut.

“Salah satunya memperhatikan dampak sosial yang akan terjadi, seperti mempertimbangkan jika lahan warga tersebut dilepaskan, apa akibat warga kemudian, apa ada tanggung jawab dari perusahan untuk melakukan pelatihan perusahaan jika mereka tak memiliki lagi lahan, agar mereka nantinya tidak kesulitan dalam mencari nafkah atau mereka ada jaminan sebagai bagian pekerja perusahaan,”ungkapnya.

Pihak perusahaan juga harus berkoordinasi dengan pemerintah terkait berapa ketersedian lahan untuk warga dalam waktu yang akan datang. Kalua semuanya sudah milik perusahaan ini sangat merugikan masyarakat akan datang. Bagaimana anak cucung kita nanti untuk berdikari, jika tidak memiliki lahan untuk menjadi garapan kemudian hari.

“Jika ini terjadi masyarakat sekitar juga bisa mendesak pemerintah daerah untuk meninjau kembali keberadaan perusahaan, jika berdampak merugikan dan tidak ada manfaatnya meningkatkan kesejahteraan secara ekonomi maupun sosial baik sekarang maupun akan datang,”Himbau Bung Dasril.

Sedangkan perusahaan diatur dalam perundangan yang berlaku, wajib menyediakan CSR (Corporate Social Responsibility) bagi masyarakat dalam hal meningkatkan kesejahteraan sosial, kualitas hidup, dan keberlanjutan lingkungan serta agar terjadi hubungan harmonis antara perusahaan dan masyarakat, terciptanya dampak positif bagi lingkungan.

“Pemerintah daerah jangan tutup mata, seharusnya melakukan pengawasan yang ketat, jangan sampai masyarakat tergiur secara instan melepas lahan mereka dengan tawaran pihak perusahaan, tetapi tidak memikirkan berdampak sosial dan ekonomi dan pengangguran di kemudian hari yang mengakibat menurunnya pendapatan masyarakat secara menyeluruh. Juga mencermati persentase kebutuhan akan lahan bagi warga dimasa akan datang. Dan perlu dilakukan kajian ulang, berapa besar lahan yang diterbitkan hak guna usaha (HGU) sebelumnya dan perketat pengajuan izin lokasi yang baru bagi perusahaan,”tegasnya.

Jangan sampai yang terjadi seperti dialami, salah seorang warga di Kelurahan Pasar Muara Beliti, Tahun 2017, tanah dari warisan orang tuanya sekitar 3,8 Hektar dilepas kepada perusahaan, ketidak mengerti warga tersebut lahan tersebut dilepas melalui pihak tertentu yang dijual lepas dengan harga Delan Belas Juta Perhektar, tanpa ada pola kemitraan dan tak satupun keluarganya diperdayakan menjadi tenaga kerja perusahaan.. sekarang untuk berdikari untuk berkebun yang bersangkutan tak memiliki lahan sedikit pun. Ini yang harus diperhatikan perusahaan, pemerintah dan masyarakat, agar kedepan tak banyak lagi terjadi seperti ini.

Dampak sosial lainya, karena kurangnya ketersedian lahan bagi warga, dan sedikit sekali penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan, melonjak angka pengangguran, turunnya pendapatan masyarakat secara menyeluruh, maka sering terdengar terjadi warga ditangkap pihak perusahaan akibat memaling buah sawit perusahaan.

Lebih lanjut dikatakan oleh Dasril, Dalam berinvestasi sektor perkebunan, perusahaan harus mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan terkait izin usaha perkebunan, lingkungan hidup, tata ruang, dan ketenaga kerjaan. Peraturan Perundang-undangan yang perlu diperhatikan :

“1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan :Undang-undang ini mengatur berbagai aspek kegiatan perkebunan, termasuk perizinan, pembukaan lahan, pengelolaan kebun, dan perlindungan petani.

2. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri:Terdapat berbagai peraturan turunan dari undang-undang tersebut, seperti Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

3. Peraturan Daerah:Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan untuk mengatur kegiatan perkebunan di wilayahnya, termasuk penerbitan izin usaha perkebunan.

4. Perizinan Usaha Perkebunan:Perusahaan harus memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), baik untuk budidaya (IUP-B) maupun untuk pengolahan hasil perkebunan (IUP-P).

5. Peraturan Lingkungan Hidup: Perusahaan harus memenuhi standar lingkungan hidup dalam kegiatan perkebunannya, termasuk pengelolaan limbah, pencegahan deforestasi, dan perlindungan keanekaragaman hayati.

6. Peraturan Tata Ruang: Kegiatan perkebunan harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang berlaku.

7. Peraturan Ketenagakerjaan: Perusahaan harus memenuhi hak-hak pekerja perkebunan, termasuk upah minimum, jaminan sosial, dan keselamatan kerja.

8. Peraturan Penanaman Modal: Jika perusahaan melakukan penanaman modal asing, maka harus memperhatikan peraturan terkait penanaman modal, termasuk ketentuan mengenai kepemilikan modal asing dan kerjasama dengan perusahaan lokal.

9. Permen ATR/Kepala BPN No. 17 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal.

10. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 72/KPTS/PM.350/2/98 dan 04/SK/1998 Tahun 1998 tentang Penanaman Modal Asing di Bidang Perkebunan Kelapa Sawit.

11. Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 22 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin Lokasi Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal .

12. Instruksi Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1994 tentang Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan dari Peralihan Hak Atas Tanah atau Tanah dan Bangunan ListTitle.

13. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. PER-08/BC/2020 Tahun 2020 tentang Tata Laksana Ekspor Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya.

14. Kep Dirjen Perkebunan No. 221/KPTS/HK.320/8/2014 Tahun 2014 tentang Instruksi Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1994 tentang Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan dari Peralihan Hak Atas Tanah atau Tanah dan Bangunan ListTitle.

15. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. PER-08/BC/2020 Tahun 2020 tentang Tata Laksana Ekspor Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya

16. Kep Dirjen Perkebunan No. 221/KPTS/HK.320/8/2014 Tahun 2014 tentang Rekomendasi Teknis Usaha Perkebunan dalam Rangka Penanaman Modal.

17. Aturan lain yang mengatur.

Mematuhi peraturan perundang-undangan dalam sektor perkebunan tidak hanya penting untuk menghindari sanksi hukum, tetapi juga untuk menjaga kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan keberlanjutan usaha perkebunan itu sendiri,”Tutup Dasril Ismail.

(Red/An)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *